Pages

26 April 2011

Nobody Was Too...

Dia ahli reparasi hampir semua hal. Mulai dari meubel sampai barang elektronik, mulai dari menata ruangan sampai bersih-bersih, semua bisa dilakukannya. Itulah mengapa dia selalu dicari banyak orang. Orang suka mengantonginya dengan makanan atau uang seribu dua ribu setelah “pekerjaan apa saja” yang diberikan padanya itu beres. Siapa bilang dia tak susah? Dia adalah orang yang paling bisa dikatakan susah tetapi dia tak pernah terlihat sedih atau susah, selalu tertawa lepas memamerkan gigi menguning karena rokok yang kontras dengan kulit hitamnya. Belakangan jika aku sedang mengingatnya, aku selalu menamakannya Jack-Of-All-Trades*.

Dia sering membawaku jalan-jalan dengan sepeda mini bapakku. Beberapa kali aku dibonceng dibelakang bersama anak bungsunya menempuh berkilo-kilo hanya untuk melihat helikopter yang sedang parkir disebuah lapangan milik sebuah mining di daerahku. Aku sendiri waktu itu sama sekali tidak antusias melihatnya dan belakangan aku suka berpikir bahwa dialah yang penasaran dengan burung besi itu. Dia mengajakku hanya karena ingin membawa sepeda bapakku.


Pernah dia bercerita, suatu malam saat puluhan penonton bioskop bubar dia dan istrinya yang sedang hamil menggeledah kursi  penonton untuk mencari sesuatu yang mungkin tertinggal. Dia mengaku kadang menemukan uang atau benda-benda lain (tak jarang botol aqua berisi kencing). Bukan bioskop sekelas twenty one sih, jadi orang tidak perlu keluar untuk meludah atau kencing. Well, hari itu dia menemukan selembar lima ratusan dan sebatang kecil coklat. Istrinya memilih uang saja karena pingin beli supermie. Begitulah deal itu terjadi, istrinya pergi membeli supermie sementara coklat itu lumer di mulutnya dalam hitungan detik. Malam itu berakhir dengan tragis, dia jongkok sepanjang malam di parit samping bioskop itu sambil menutup seluruh badan hingga kepalanya dengan sarung, tak peduli siapapun lewat dengan keheranan.
“What the hell he ate?” temanku bertanya dengan wajah bingung.
“Broklat” Jawabku. Ah, temanku tersedak.
Kok bisa ga tau gitu loh kalau itu broklat..”
He can’t read” hening sejenak lalu meledaklah tawa kami.

Ada lagi seorang perempuan korbanku dalam tulisan ini. Dia adalah orang yang menurut seorang guru menjahit adalah orang yang selalu menimbulkan hasrat ingin menampol.
Guru: Kalau lingkar pinggangnya enam puluh delapan maka kamu buat pola roknya dengan menghitung seperempat dari lingkar pinggang itu ditambah dua untuk kup-nya. Berapa?
Si Murid: *hening*
Sepuluh menit kemudian..
Guru: sudah ketemu berapa?
Si Murid: *hening*

Namun begitu, menurut Sang Guru dia adalah perempuan yang amat rajin dan rapi sehingga banyak diberi tugas untuk som dan membuat lubang kancing (dulu membuat lubang kancing itu masih manual..*oh no*)
Suatu ketika bertahun-tahun setelah itu, kami murid-murid sekolah minggu ingin membuat rok lipit berlapis plus baju bodo ala bugis sebagai atasannya untuk seragam perayaan Natal. Kami membuat baju itu pada Si Perempuan ini yang telah bermutasi menjadi The Best Tailor In Town saat itu.

What exactly am I going to say? Banyak orang yang berpikir bahwa kita tidak cukup pintar untuk melakukan ini dan itu yang sesuai dengan keinginan orang sekaligus yang mampu dilakukan oleh orang kebanyakan. Asumsi ini sama sekali tidak membuat kita lebih baik (dan sebaiknya juga tidak membuat kita lebih buruk). Kebodohan-kebodohan kita ditertawakan.

Guru yang mengajar Thomas Alva Edison mengatakan pada Nyonya Edison bahwa “He is too stupid to learn”, Guru yang mengajar Einstein pun mengeluh karena Einstein terlalu banyak bertanya hal-hal yang stupid tapi….apa yang bisa membuat kita pada saat yang sama atau pada saat-saat yang akan datang justru dicari-cari karena ahli dalam hal tertentu? Jangan tanyakan pada rumput yang bergoyang, rumput sama sekali tidak bisa bicara apalagi sekolah.

* if you refer someone as a Jack-Of-All-Trades, you mean that they are able to do a variety of  different jobs.

No comments:

Post a Comment