Pages

24 November 2011

Sembunyi?


Sewaktu kecil aku sangat kecil. Tentu saja ya, maksudku dibanding teman-teman sebayaku, aku tergolong kecil. Kelas lima SD saja aku masih seratus dua puluh lima senti, sementara yang lain mencuat hingga seratus empat puluh. Ada banyak kejadian menguntungkan dengan tubuh kecil ini. Saat bermain petak umpet aku bisa  sembunyi di tempat-tempat yang mustahil termasuk dibelakang punggung teman yang jaga. Saat main civilization, yang jadi raja penguasa adalah anak yang bisa memanjat pohon belimbing—yang dianggap singgasana—tercepat, tentu aku sering jadi penguasa karena naik pohon dengan tubuh kecil itu tidak sulit, yang sulit itu kalau turun dari pohonnya karena aku harus membuang badan akibat kaki tak sampai. Saat main kejar-kejaran, mungkin aku yang paling sulit dikejar karena tubuh yang ringan membuat alam dengan mudah membuatku berlari, terhembus angin. Macam-macamlah, pokoknya enak.

Dari semuanya aku paling suka sembunyi. Jangan salah, bersembunyi itu membutuhkan kepiawaian tingkat tinggi serta kreatifitas juga ya. Dan semakin kita dewasa kita menyadari bahwa kebutuhan kita untuk bersembunyi itu semakin tinggi. Percayalah. Apalagi yang banyak berhubungan dengan debt collector.

Dulu waktu aku masih kecil, mungkin sekitar empat tahunan aku menemukan keindahan persembunyian ini. Aku berbuat nakal sehingga dimarahi Papa dan Mamaku secara berbarengan. Situasi ini sulit karena tidak ada yang pro padaku, aku menangis dan diam-diam masuk ke bawah meja makan. Meja makan kami besar dan ada banyak barang di bawahnya seperti karung beras, kotak-kotak bahan makanan dan sebagainya. Aku tidak berani menangis keras-keras karena aku pasti akan ditarik keluar dari sana sementara yang aku butuhkan adalah sendiri. Aku tertidur disana dan ketika aku terbangun aku mendengar Papa, Mama dan pengasuhku ribut-ribut mencariku. Kekhawatiran mereka itu terasa sekali, Mama mulai menyalahkan Papa sehingga Papa memakai sendalnya dan mencariku ke rumah nenekku dan pengasuhku sibuk mencari ke tetangga. Aku masih diam melongo di bawah meja. Papa pulang dan berkata dia dimarahi nenek, pengasuhku pun pulang tanpa hasil apa-apa.

Saat bersembunyi itu aku merasa banyak hal bisa terlintas dibenakku dengan seksama. Aku bisa memikirkan mengapa tingkah-tingkahku dipandang konyol oleh orang dewasa. Aku lalu bisa melihat apa yang menarik bagi orang dewasa, harga-harga yang naik, kualitas kayu bakar yang jelek, pokoknya segala sesuatu yang mungkin tidak kau “dengar” dengan seksama ketika berada dan terlibat disana. Ketika kau disana, sadar atau tidak yang kau pikirkan adalah apa yang kau mau bukan yang setiap orang mau.

Aku ingin bilang bahwa sembunyi yang kumaksud itu tidak melulu secara harfiah ketika kau berada ditempat yang tidak terjangkau oleh kesadaran orang lain tetapi sembunyi juga saat orang lain tidak menyadari bahwa kau ikut serta secara pasif di dalam suatu situasi. Contohnya, aku sudah terbangun pagi-pagi dan aku tahu bahwa orang tuakupun sudah bangun dan ngobrol sambil tidur-tiduran. Aku mendengar mereka membicarakan anak-anak mereka, bagaimana rencana sekolahnya dan sebagainya. Untuk itu aku tidak membuka mata,aku tetap saja diam dan berpura-pura tidur sampai akhirnya yang aku tunggu datang...mereka membicarakanku! Tentang sekolahku bahkan sampai kenakalanku. See? Sembunyi = Quality Time = Quiet & Thinking. Tentu baik untuk seseorang untuk mengembangkan komunikasi intrapersonalnya.

Just like today, aku merasa sangat penat dan merasa membutuhkan waktu hening sejenak. Aku sudah lama tidak hening. Pulang kerja juga masih melakukan ini itu, persiapan ini itu, bikin tugas ini itu. Aku butuh waktu diam di bawah meja Mamaku. Wanna hide under my mom’s desk, kutulis seperti itu sebagai status di blackberry messenger, seorang teman masa kecil yang sekarang badannya besaaaaaaaarr sekali mengirim pesan singkat. Ilham.S.P: Or behind me?