Pages

26 April 2011

Gudeg Terakhir


Satu kali makan saja ku telah bisa, cintai kamu di hatiku
Namun bagiku, melupakanmu butuh waktuku seumur hidup…
Alasan orang bangun pagi macam-macam. Antar anak ke sekolah, bekerja ke kantor, belanja ke pasar, macam-macamlah. Alasanku bangun pagi, aku mau makan gudeg (jangan lupa berdoa, nanti gudegnya jadi aspal).

Kata orang Gudeg Yu Susi enak, ada juga Gudeg Mbak Courtney lebih enak, ah kata orang banyaklah yang enak. Namanya juga kota gudeg, kemana-mana yang ada berjuta penjual gudeg. Jangan salah, yang aku sebut ini bukan gudeg sembarang gudeg. Ini adalah satu-satunya gudeg yang bisa aku makan. Kelebihannya cuma satu saja…. Pedas.

senang melihat orang kepedasan
Penjualnya seorang ibu lanjut usia…atau aku ingin mendramatisirnya menjadi ibu sangat lanjut usia. Saat ini dia berusia lebih dari tujuh puluh tahun dan sudah duduk disitu tanpa alas selama tiga puluh tahun untuk jual gudeg di pagi hari. Aku tak pernah bertanya namanya, bagiku namanya sama rahasianya dengan rasa gudeg ini yang tak pernah berubah. Jadi kita namakan saja Gudeg Ibu Tua Keren Tak Kenal Lelah. Soal rasa, jawabannya jika aku bertanya apa rahasia gudegnya yang laris manis itu hanya satu…
Rasa gudeg itu sama saja dengan gudeg yang ada dimana-mana, tetep nangka. Yang bikin laris itu ya rahasia Tuhan. Tuhan yang memberi rejeki.”

Aku hanya bisa garuk-garuk kepala. Selain karena aku selalu beli gudeg sebelum mandi, juga karena aku heran karena kata-kata sederhana seorang wanita yang telah menjanda selama tiga puluh tahun itu mampu mengungkapkan satu rahasia hidup…. Rendah hati.

Pagi ini aku juga makan gudeg. Tidak perlu bangun pagi-pagi karena memang belum tertidur barang sedikit. Perut yang keroncongan sehabis berbenah membuatku makan gudeg itu tanpa sedikit sabar di tengah tumpukkan barang ini. Aku berhenti sejenak. Ini adalah kali terakhir aku makan gudeg ini. Besok aku akan bangun pagi di tempat yang berbeda di barat sana. Aku sedikit sesak. Sisa kekecewaan yang membuat aku beranjak dari tempat ini masih tersisa, apalagi ketika aku sadar aku tidak akan lagi bisa menikmati sarapan indahku ini. Aku pernah memakannya bersama dengan keindahan pagi hari, aku pernah memakannya dengan tawa dan canda bersama orang-orang yang aku kasihi, aku pernah memakannya dengan penuh syukur setelah semalaman bergelut dengan bermacam tugas, aku juga pernah memakannya sambil menangis saat aplikasi yang ku buat susah payah rusak pagi itu, bahkan aku pernah berpikir bahwa hal terindah yang pernah kurasakan selama tinggal ditempat ini adalah makan gudeg ini di pagi hari.

Dahsyat….. seketika aku tersentak. Amboi, bukankah inilah kali terakhir aku makan gudeg ini? Tidak akan ada lagi hari lain aku memakannya. Aku ingin melakukan sesuatu. Sisa gudeg itu kuhabiskan dengan keji, kuremas kertas pembungkus dan meraih pocket kamera di tas ku. Dengan cepat saja aku berpikir ingin mengabadikan suatu moment dengan gudeg favoritku ini tanpa perlu minum lagi. Aku takut orang akan mulai ramai memenuhi tempat itu setelah pukul enam. Aku berlari…
Aku terengah di depan ibu tua itu. “Ono opo e cah ayu?”
Aku tak bisa menjawab. Sial…sial, aku ternyata menggigit cabe rawit krecek di dalam nasi gudeg tadi bulat-bulat.



3 comments:

  1. Renandho8:47 pm

    Wah, sampe ada photonya segala dek..
    he..he..he..he.
    gudeg oh gudeg (asal jangan sampe dikasih bumbu tambahan lagi ya..hehehe.)

    “Satu kali makan saja ku telah bisa, cintai kamu di hatiku

    Namun bagiku, melupakanmu butuh waktuku seumur hidup…”

    kok gak ada kata2 gudeg…gudeg…gudeg.. di hatiku? hehehehe..

    fiuh.. jadi ikutan kangen sama gudeg.

    ReplyDelete
  2. iya bang, mengabadikan ibunya…abis sedih sih, ga bisa makan gudeg dia lagi, yg lain kan ga enak..
    pas foto foto itu mas nengah ada di depan warungnya hihihi….cuek aja

    bumbu tambahan??
    ach saia jadi mayuuu….

    ReplyDelete
  3. hehehe…
    “Namun bagiku, melupakanmu butuh waktuku seumur hidup”
    keren kalimat ini.
    lebay tapi keren!
    siip!

    ReplyDelete